RMI Jepara,-Perbincangan mengenai Islam tak kunjung usai, karena kandungan khazanah keilmuan yang dimiliki agama ini sangat luas. Sehingga membutuhkan pisau analisa yang cukup serius untuk mengkajinya. Oleh sebab itu, para pemuka agama Islam pun slalu berhati-hati untuk mentransfer ilmu yang terkandung didalamnya itu. Dari bentuk kehati-hatiannya tersebut, yaitu, mengambil ilmu dari seorang guru dengan cara bertatap muka langsung di depannya, atau sering disebut dengan Talaqqi. Pada kesempatan kali ini, kru LMINU Mesir mendatangi acara yang bertempat di masjid Al-azhar pada hari Rabu (20/04/2011), kemarin.
Acara yang bertemakan al-majalis al-hadistiyah al-azhariyah: Ihya majalis al-hadis an-nabawi fi rihab al-azhar as-syarif ini dihadiri oleh pembesar Al-azhar, satu diantaranya yaitu Syeikh Ali Jum’ah, Syeikh Thoha Hubaisyi, Syeikh Hasan As-syafi’i dan beberapa ulama’ ahli hadist yang lainnya. Mereka memberikan dukungan atas diselenggarakannya acara ini.
Orang-orang yang hadir pun terhitung ribuan, mereka semua berbondong-bondong untuk mendapatkan legitimasi hadist (ijazah) dari pakarnya.
Waktu menunjukan 09:36, Syeikh Osama As-sayyid Al-azhari membacakan kitab As-Syamail Al-Muhammadiyah karya Al-Imam Abi Isa At-tirmidzi bab tentang perjumpaan seseorang dengan nabi Muhammad SAW. dalam mimpi. Bab ini pula sebagai pemungkas kitab tersebut.
Setelah membacakan teks-teks sunnah, Syeikh Osama pertama kali memberikan waktu kepada Syeikh Hasan As-syafi’i —salah seorang ulama yang pakar dalam bidang ilmu kalam As’ariyah di Al-azhar dan sekaligus dipercaya mengajar Sarhu Al-mawaqif, untuk memberikan ijazah pertama kali kepada segenap pengunjung acara yang hadir di masjid Al-azhar waktu itu.
Sebelum Syeikh Hasan As-Syafi’I memberikan ijazah, terlebih dahulu ia memotivasi kepada semua kalangan khususnya santri Al-azhar supaya tekun mencari ilmu. Menurutnya, pertama kali yang harus dipelajari yaitu ilmu ushuluddin dan ushul-fiqh berikut fiqhnya. karena kedua ilmu ini sebagai pondasi untuk mengkaji Al-quran dan As-sunnah.
Ia juga menambahkan bahwa memahami As-sunnah dan Al-Quran harus mengikuti manhaj as-salaf (metodologi klasik) semisal diambil dari At-tirmidzi dan beberapa pakar hadist klasik yang lainnya. “Saya mendengar dari sebagian orang mengatakan bahwa ia mengaku sebagai pengikut ahluas-salaf (Wahabi), pemahaman yang tepat tentang ahlu as-salaf adalah mereka harus mengambil metodologi hadist dari imam-imam terkemuka (aimmah fadilah),” ungkap Syeikh Hasan As-syafi’i.
Setelah Syeikh Hasan As-syafi’i menyampaikan pesan-pesanya, disusul kemudian beberapa ahli hadist yang lain untuk menyampaikan nasehat beserta ijazah hadist pada seluruh peserta yang hadir waktu itu.
Menjelang adzan dhuhur dikumandangkan, Syeikh Ali Jum’ah, selaku mufti Mesir, menyampaikan paham yang diikuti oleh Al-azhar dimata ummat Islam saat ini.“Kita adalah as-salaf as-shalih dan kita juga pengikut mereka,” tuturnya dengan tegas.
Ia juga menyatakan bahwa penyebaran Islam dalam pandangan Al-azhar dengan cara kasih sayang (rahmatan li al-alamin) tanpa adanya anarkisme atau radikalisme, “ini yang membedakan Al-Azhar dengan pengikut paham keras (al-mutasyadidin),” ungkapnya.
Selain dari pada itu, Syeikh Ali Jum’ah juga menghimbau pada seluruh lapisan ummat Islam agar membudayakan sopan santun atau moral. Ia memandang tidak sedikit dari orang yang telah mempunyai ilmu tapi perilaku mereka kurang baik, “Ilmu tidak akan bermanfaat kecuali dengan moral (adab),” pungkasnya. (Lihun)