Pengurus Cabang Rabithah Ma'ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) Kabupaten Jepara

Sabtu, 30 Juli 2011

<<,,,,Profile,,,,>>

Rabithah al-Ma’ahid al-Islamiyyah (RMI) adalah lembaga Nahdlatul Ulama dengan basis utama pondok pesantren yang mencapai + 14.000 buah di seluruh Indonesia. Lembaga ini lahir sejak 20 Mei 1954 dengan nama Ittihad al-Ma’ahid al-Islamiyah yang dibidani oleh KH. Achmad Syaichu dan KH. Idham Kholid. Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama 2010 Bab V Pasal 18 huruf c menyebutkan bahwa Rabithah Ma’ahid Islamiyah adalah lembaga yang bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan. Di sinilah RMI berfungsi sebagai katalisator, dinamisator, dan fasilitator bagi pondok pesantren yang telah menanamkan prinsip-prinsip tathawwur (berkembang secara gradual), tawasuth (moderat), tawazun (harmonis-seimbang), I’tidal (lurus) dan tasamuh (toleran) dengan berpijak pada nilai-nilai permusyawaratan dan keadilan dalam orientasi kemaslahatan umum. Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama berpijak pada upaya pengembangan kapasitas lembaga, penyiapan kader-kader bangsa yang bermutu, dan pengembangan masyarakat berdasarkan faham Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah.

Setiap pesantren memiliki karakteristik tersendiri walau unsur-unsur utamanya sama yaitu kiai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning. Keragaman karakteristik ini merupakan kekuatan dan sekaligus keunikan jika dikelola dengan baik berdasarkan kaidah-kaidah organisasi. Semua sasaran pendidikan yang meliputi kognisi (pikiran atau hafalan), afeksi (feeling atau emosi), dan psikomotorik (tindakan) telah digarap dalam system pendidikan pondok pesantren. Dengan demikian pondok pesantren telah menjadi pusat pembelajaran (training centre) dan sekaligus pusat kebudayaan (cultural centre).

Dewasa ini pondok pesantren telah memasuki era dan tantangan baru. Di satu sisi, berbagai ketrampilan dan mata pelajaran umum telah masuk ke dalam pesantren. Di sisi lain, pesantren dinilai potensial merusak tatanan kehidupan beragama yang harmonis di tengah keragaman. Faham Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah yang dikenal moderat dipertanyakan efektifitasnya. Maka, dibutuhkan kajian yang serius dalam upaya revitalisasi faham Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah di pondok pesantren.

Upaya revitalisasi paham Ahlussunah wal Jamaah menjadi tidak mudah karena kapasitas kelembagaan RMI sendiri masih belum cukup memadai. Disamping kepengurusan RMI dari tingkat pusat hingga cabang belum senuhnya berfungsi dengan baik sesuai dengan standar kelembagaan modern, kapasitas kelembagaan dan manajemen pesantren tidak semuanya berjalan dengan baik. Terlepas dari apa penyebabnya, kondisi ini tentu membutuhkan jawaban segera agar pesantren berfungsi secara ideal, baik sebagai penyangga paham Ahlussunnah Waljamaah maupun sebagai agen perubahan bagi masyarakat di sekitarnya. Untuk kepentingan itulah Rapat Kerja Nasional RMI diselenggarakan