Pengurus Cabang Rabithah Ma'ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) Kabupaten Jepara

Sabtu, 23 Juni 2012

Diklat Sistem Informasi (JIBAS) pada Pesantren

A. NAMA KEGIATAN Kegiatan ini bernama: “Diklat Jaringan Informasi (JIBAS) bagi Pesantren Kabupaten Jepara tahun 2012”. B. TEMA KEGIATAN Kegiatan ini bertemakan: “Penguatan Sistem Informasi Pesantren Berbasis IT (Information and Technology)” . C. KERANGKA DASAR PEMIKIRAN Seiring perkembangan zaman yang akan terus berubah, peradaban umat manusia pun terus tumbuh dan berkembang tanpa titik final. Dalam situasi demikian itu, jika hendak melihat arah perubahan dan masa depan kehidupan bangsa Indonesia khususnya daerah kita Kabupaten Jepara dengan penduduk muslim yang mayoritas, maka miniatur yang paling representatif adalah sistem yang diperankan oleh pendidikan pesantren. Mendiskripsikan lembaga pendidikan pesantren tidak mudah, karena variasinya terlalu banyak. Pesantren sangat variatif baik system maupun orientasi keilmuan, Masing-masing pengasuh pesantren memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengembangkan lembaga pendidikan. Bagi orang yang tidak paham tentang pesantren, seringkali menganggap bahwa lembaga pendidikan pesantren masih statis, sederhana, dan tidak selalu mau mengikuti perkembangan zaman. Anggapan seperti itu sesungguhnya tidak sepenuhnya benar, karena banyak pesantren yang sangat dinamis dan menerapkan pola-pola pendidikan modern. Mendengar kata pesantren jelas sudah tidak asing lagi. Sejak masa kolonial, pesantren sudah dikenal sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam yang melekat dengan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Begitupun dalam sejarah-pembangunan Indonesia, peran pesantren cukup diperhitungkan. Selain sebagai bagian dari basis kehidupan masyarakat menengah ke bawah, juga jebolan-jebolan pesantren perlu mendapat acungan jempol. Sejak awal kemerdekaan sampai sekarang peran-peran para alumni pesantren cukup besar. Begitupun seterusnya pesantren tidak lagi dianggap kampungan atau ‘udik’, tapi pesantren telah tumbuh dan berkembang dan menjadi bagian masyarakat elit. Contohnya, hadirnya pondok modern Gontor, ponpes Suryalaya dan lain-lain. Namun belakangan ini, gaung dan aroma pesantren seolah telah redup-menghilang ditelan arus globalisasi. Peran dan fungsi pesantren tidak lagi menggema seperti awal tumbuh dan berkembangnya. Justru sebagian masyarakat telah mengganggap bahwa pesantren bukan lagi lembaga pendidikan yang menjamin terhadap kebutuhan dan tuntutan hidup yang semakin hari terasa sesak di dada. Bahkan, cukup aneh hari ini pesantren seolah-olah dianggap sebagai lembaga pembuangan bagi anak-anak nakal. Pemberdayaan menjadi sebuah kalimat yang amat popular di negeri ini, keterpurukan yang sangat menimpa negeri ini menjadikan kalimat pemberdayaan semakin berkibar untuk meretas ke tidakberdyaan lawan dari sebuah pemberdayaan. Lantas, pemberdayaan model apa yang diharapkan dan sesuai dengan keinginan dari sebuah negeri yang sedang terpuruk dan terhempas oleh keserekahan segelintir orang di republic ini, mungkin akan banyak solusi yang di tawarkan oleh anak bangsi ini, dari yang sungguh - sungguh dalam berbuat atau mungkin dari sekedar mencari kesempatan dari kesempitan yang mendera. Salah satu tawaran yang menarik dan telah banyak di buktikan dalam proses berjalan ketika sebuah wadah pendidikan yang bernama pesantren mewujud menjadi sebuah intitusi pendidikan yang sekaligus berfungsi sebagai agen perubahan (pemberdayaan). "Pesantren adalah lembaga pendidikan multi system dan multi dimensi. Pesantren adalah laboratorium kehidupan. Maju mundurnya pesantren menjadi cermin maju mundurnya umat" Kutipan diatas di ambil dari sebuah buku menarik dengan judul " catatan untuk para pejuang" sebuah refleksi tentang pemikiran pedidikan dan keagamaan Mad Rodja Sukarta. Menarik untuk dicermati dari buku yang sekaligus pelaku pendidikan pesantren, bahwa pemberdayaan berbasis pesantren adalah fakta konkrit yang telah mensejerah di negeri ini Pengembangan pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat berbasis pesantren. Adalah sebuah pengalaman pesantren dalam peran mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan pendidikan, moral maupun ekonomi menuju masyarakat yang berakhlaqul karimah, cerdik-pandai, terampil dan mandiri (bermanfaat bagi masyarakat dan agama). Dalam konteks pendidikan pesantren dan masyarakat terampil dan mandiri melalui pengembangan ekonomi yang berorientasi pemberdayaan masyarakat 'basis' binaan. Pengembangan pesantren dimulai dari konsep “Baiti Jannati” atau rumahku adalah surgaku. Menurut Geertz (1986) suasana kehidupan di pesantren, sebagai satu kompleks asrama siswa dikelilingi tembok yang berpusat pada suatu masjid, Sedangkan Dhofier (1984) melukiskan unsur-unsur dan suasana pendidikan pesantren yang dianggap sebagai elemen pokoknya adalah; kyai, pondok, masjid, santri dan pengajian kitab klasik. Rumah sekaligus sebagai tempat menimba ilmu Dengan segala dinamikanya pesantren dipandang sebagai salah satu lembaga yang menjadi pusat awal dimulainya perubahan-perubahan masyarakat. Ia dikenal sebagai lembaga pendidikan non-profit yang memiliki ciri-ciri khas berprinsip keikhlasan, kesederhanaan, kebersamaan, kekeluargaan, dan kemandirian. Melalui pembentukan watak dan kemandirian inilah pesantren bisa memegang teguh kemurniannya sebagai lembaga pendidikan Islam. Pesantren pun tidak mudah disusupi oleh aliran atau paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sedikitnya ada tiga unsur utama penopang eksistensi pesantren dalam pendidikan, yaitu kiai sebagai pendidik, santri sebagai peserta didik, kurikulum pendidikan dan keterampilan. Unsur-unsur tersebut mewujud dalam bentuk kegiatannya yang terfokus kepada pembinaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, pengembangan keilmuan dan keahlian yang bermanfaat, serta pengabdian pada agama, masyarakat, dan negara. Keistimewaan pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat fungsi pesantren dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia. Eksistensi pesantren sebagai motor penggerak pendidikan keagamaan mendapat legitimasi yang kuat dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama. Pesantren yang merupakan pendidikan berbasis masyarakat juga diakui keberadaannya dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Ketentuan tersebut mestinya semakin membuka peluang pesantren terus bertahan dan berkontribusi mengembangkan pendidikan keagamaan formal maupun nonformal. Dengan demikian, pesantren mampu melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, kreatif, memiliki skill dan kecakapan hidup profesional, agamis, serta menjunjung tinggi moralitas. Pesantren tidak perlu merasa minder, kolot, atau terbelakang. Posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya revitalisasi paham Ahlussunah wal Jamaah menjadi tidak mudah karena kapasitas kelembagaan RMI sendiri masih belum cukup memadai. Disamping kepengurusan RMI dari tingkat pusat hingga cabang belum senuhnya berfungsi dengan baik sesuai dengan standar kelembagaan modern, kapasitas kelembagaan dan manajemen pesantren tidak semuanya berjalan dengan baik. Terlepas dari apa penyebabnya, kondisi ini tentu membutuhkan jawaban segera agar pesantren berfungsi secara ideal, baik sebagai penyangga paham Ahlussunnah Waljamaah maupun sebagai agen perubahan bagi masyarakat di sekitarnya. Untuk kepentingan itulah maka diselenggarakan workshop Pemberdayaan Mutu Pesantren. D. TUJUAN DAN TARGET 1. Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan ini, antara lain: a. Memahami konseptual keberagamaan; proses pembumian nilai-nilai ajaran Islam dalam berbagai bidang kehidupan manusia baik idiologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan pertahanan keamanan. b. Mengembangkan pemikiran dan wawasan Keagamaan masyarakat Jepara khususnya para pemeluk Agama Islam, dalam ranah konsep kebaragamaan dalam konteks aplikasi Kependidikan Nasional. c. Menyiapkan para santri menjadi sub ordinat anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik yang professional kompeten dan berakhlakul karimah . d. Memberikan desain dan acuan bagi pergerakan-pergerakan santri, Masyarakat dan institusi lain yang ingin mengejawantahkan out put masyarakat unggul menyongsong masa depan dengan karakteritik pembumian nilai-nilai ajaran Islam dalam segala bidang kehidupan baik idiologi, ekonomi, budaya, pendidikan khususnya dalam konteks pembangunan Pendidikan (masyarakat Indonesia yang multi etnis, ras, suku bangsa, bahasa dan Agama). 2. Target Kegiatan Adapun target kegiatan ini adalah; a. Peningkatan kapasitas Pesantren dalam meningkatkan peran, pelayanan, dan fungsinya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. b. Peningkatan kapasitas dan mutu guru dan mutu pegawai administrasi Pesantren dalam mengelola pendidikan yang baik dan mandiri. c. Peningkatan kapasitas dan mutu santri pondok pesantren dalam proses pembelajaran. d. Pembaharuan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan, termasuk kurikulum dan metode pembelajaran yang diterapkan untuk meningkatkan mutu lulusan dan santri. e. Pembuatan jaringan sosial-pendidikan antara perguruan tinggi, madrasah, Pesantren, masyarakat, dan dunia usaha untuk keberlangsungan dan peningkatan mutu pendidikan. E. NARASUMBER DAN MATERI Narasumber dalam kegiatan Pendidikan dan Pelatihan ini adalah Rohmad Eko Wahyudi (Institut Teknologi Surabaya). Adapun materi yang akan disampaikan antara lain: 1. Sistem Informasi Akademik 2. Sistem Informasi Keuangan 3. Sistem Informasi Perpustakaan 4. Sistem Informasi Info Ustadh dan Info Santri 5. Sistem Informasi EMA dan SMS Gateway 6. Backup dan Restore F. PESERTA WORKSHOP Adapun peserta Diklat “Penguatan Sistem Informasi Pesantren Berbasis IT (Information and Technology)” di Kabupaten Jepara tahun 2012 adalah 50 peserta yang terdiri dari: 1. Pengurus MWCNU se-Kabupaten Jepara (15 orang) 2. Pengasuh Pondok Pesantren se-Kabupaten Jepara (35 orang) H. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN Waktu pelaksanaan Diklat “Penguatan Sistem Informasi Pesantren Berbasis IT (Information and Technology)” di Kabupaten Jepara tahun 2012 adalah sebagai berikut: Hari / Tanggal : Ahad, 24 Juni 2012. Waktu : 07.00 s/d 17.00 WIB Tempat : Kampus INISNU Jepara (Lantai 3)